Peraturan pemerintah Tentang burung dan unggas

      
ada sebagian besar dari warga negara indonesia yg belum paham betul tentang adanya peraturan yg menjelaskan secara rinci tentang jenis,unggas,burung dan hewan lainnya.....sebagai tambahan informasi untuk anda,berikut adalah peraturan pemerintah yg saat ini masih berlaku  di indonesia......




PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999

TENTANG

PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
  1. bahwa tumbuhan dan satwa liar merupakan bagian dari sumber daya alam hayati yang dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan pemanfaatannya dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar;
  2. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dipandang perlu menetapkan peraturan tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
  1. Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
  5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
  6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3544);
  9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

M E M U T U S K A N
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR.
BAB l
KETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
  1. Pemanfaatan jenis adalah penggunaan sumber daya alam baik tumbuhan maupun satwa liar dan atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budidaya tanaman obat-obatan; dan pemeliharaan untuk kesenangan.
  2. Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembang-biakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
  3. Pembesaran adalah upaya memelihara dan membesarkan benih atau bibit dan anakan dari tumbuhan dan satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
  4. Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
  5. Penandaan adalah pemberian tanda bersifat fisik pada bagian tertentu dari jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya baik dari hasil penangkaran atau pembesaran.
  6. Sertifikasi adalah keterangan tertulis tentang ciri, asal-usul, kategori, dan identifikasi lain dari jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya baik dari penangkaran atau pembesaran.
  7. Penangkapan satwa liar adalah kegiatan memperoleh satwa liar dari habitat alam untuk kepentingan pemanfaatan jenis satwa liar di luar perburuan.
  8. Pengambilan tumbuhan liar adalah kegiatan memperoleh tumbuhan liar dari habitat alam untuk kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan liar.
  9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kehutanan.
Pasal 2
  1. (1) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  2. (2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman jenis dan keseimbangan ekosistem.
Pasal 3
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilaksanakan dalam bentuk:
  1. Pengkajian, penelitian dan pengembangan;
  2. Penangkaran;
  3. Perburuan;
  4. Perdagangan;
  5. Peragaan;
  6. Pertukaran;
  7. Budidaya tanaman obat-obatan; dan
  8. Pemeliharaan untuk kesenangan.
BAB II
PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 4
  1. (1) Pengkajian, penelitian dan pengembangan dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi atau yang tidak dilindungi.
  2. (2) Penggunaan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi untuk kepentingan pengkajian, penelitian dan pengembangan harus dengan izin Menteri.
  3. (3) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar dari habitat alam untuk keperluan pengkajian, penelitian dan pengembangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 5
  1. (1) Hasil pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi wajib diberitahukan kepada pemerintah.
  2. (2) Pemerintah menetapkan lembaga penelitian dan atau lembaga konservasi yang bertugas mendokumentasikan, memelihara, dan mengelola hasil pengkajian, penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  3. (3) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 6
  1. (1) Ketentuan tentang pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar oleh orang asing di Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. (2) Pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar Indonesia yang dilakukan di luar negeri dapat dilakukan setelah memperoleh rekomendasi Otoritas Keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65.
BAB III

PENANGKARAN
Pasal 7
  1. (1) Penangkaran untuk tujuan pemanfaatan jenis dilakukan melalui kegiatan :
    1. pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang terkontrol; dan
    2. penetasan telur dan atau pembesaran anakan yang diambil dari alam.
  2. (2) Penangkaran dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi atau yang tidak dilindungi.
  3. (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, penangkaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi terikat juga kepada ketentuan yang berlaku bagi pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal 8
  1. (1) Jenis tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penangkaran diperoleh dari habitat alam atau sumber-sumber lain yang sah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
  2. (2) Pengambilan jenis tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar dari alam untuk keperluan penangkaran diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 9
  1. (1) Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi atau Lembaga Konservasi dapat melakukan kegiatan penangkaran jenis tumbuhan dan satwa liar atas izin Menteri.
  2. (2) Izin penangkaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus juga merupakan izin untuk dapat menjual hasil penangkaran setelah memenuhi standar kualifikasi penangkaran tertentu.
  3. (3) Standar kualifikasi penangkaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan dasar pertimbangan :
    1. batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa hasil penangkaran;
    2. profesionalisme kegiatan penangkaran;
    3. tingkat kelangkaan jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan.
  4. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang standar kualifikasi penangkaran diatur oleh Menteri.
Pasal 10
  1. (1) Hasil penangkaran tumbuhan liar yang dilindungi dapat digunakan untuk keperluan perdagangan.
  2. (2) Hasil penangkaran tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai tumbuhan yang tidak dilindungi.
  3. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap jenis tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 11
  1. (1) Hasil penangkaran satwa liar yang dilindungi yang dapat digunakan untuk keperluan perdagangan adalah satwa liar generasi kedua dan generasi berikutnya.
  2. (2) Generasi kedua dan generasi berikutnya dari hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi, dinyatakan sebagai jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
  3. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap jenis satwa liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 12
Penangkar wajib menjaga kemurnian jenis satwa liar yang dilindungi sampai pada generasi pertama.
Pasal 13
  1. (1) Hasil penangkaran untuk persilangan hanya dapat dilakukan setelah generasi kedua bagi satwa liar yang dilindungi, dan setelah generasi pertama bagi satwa liar yang tidak dilindungi, serta setelah mengalami perbanyakan bagi tumbuhan yang dilindungi.
  2. (2) Hasil persilangan satwa liar dilarang untuk dilepas ke alam.
Pasal 14
  1. (1) Penangkar wajib memberi penandaan dan atau sertifikasi atas hasil tumbuhan dan satwa liar yang ditangkarkan.
  2. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem dan tata cara penandaan dan sertifikasi tumbuhan dan satwa hasil penangkaran diatur oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pengelolaan, di Luar Habitat (Ex Situ)
Pasal 15
  1. (1) Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi, dan Lembaga Konservasi yang mengajukan permohonan untuk melakukan kegiatan penangkaran, wajib memenuhi syarat-syarat :
    1. mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidang penangkaran jenis yang bersangkutan;
    2. memiliki tempat dan fasilitas penangkaran yang memenuhi syarat-syarat teknis;
    3. membuat dan menyerahkan proposal kerja.
  2. (2) Dalam menyelenggarakan kegiatan penangkaran, penangkar berkewajiban untuk :
    1. membuat buku induk tumbuhan atau satwa liar yang ditangkarkan;
    2. melaksanakan sistem penandaan dan atau sertifikasi terhadap individu jenis yang ditangkarkan;
    3. membuat dan menyampaikan laporan berkala kepada pemerintah.
  3. (3) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 16
  1. (1) Satwa liar yang dilindungi yang diperoleh dari habitat alam untuk keperluan penangkaran dinyatakan sebagai satwa titipan negara.
  2. (2) Ketentuan mengenai penetapan status purna penangkaran dan pengembalian ke habitat alam satwa titipan negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
PERBURUAN
Pasal 17
  1. (1) Perburuan jenis satwa liar dilakukan untuk keperluan olah raga buru (sport hunting), perolehan trofi (hunting trophy), dan perburuan tradisional oleh masyarakat setempat.
  2. (2) Kegiatan perburuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB V
PERDAGANGAN
Pasal 18
  1. (1) Tumbuhan dan satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
  2. (2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan perdagangan diperoleh dari :
    1. hasil penangkaran;
    2. pengambilan atau penangkapan dari alam.
Pasal 19
  1. (1) Perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar hanya dapat dilaku-kan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia setelah mendapat rekomendasi Menteri.
  2. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perdagangan dalam skala terbatas dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar Areal Buru dan di sekitar Taman Buru sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perburuan satwa buru.
Pasal 20
  1. (1) Badan usaha yang melakukan perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar wajib:
    1. memiliki tempat dan fasilitas penampungan tumbuhan dan satwa liar yang memenuhi syarat-syarat teknis;
    2. menyusun rencana kerja tahunan usaha perdagangan tumbuhan dan satwa;
    3. menyampaikan laporan tiap-tiap pelaksanaan perdagangan tumbuhan dan satwa.
  2. (2) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 21
Badan usaha yang melakukan perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib membayar pungutan yang ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
  1. (1) Perdagangan tumbuhan dan satwa liar diatur berdasarkan lingkup perdagangan :
    1. dalam negeri;
    2. ekspor, re-ekspor, atau impor.
  2. (2) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Pasal 23
Ketentuan mengenai perdagangan tumbuhan dan satwa liar dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 24
  1. (1) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan ekspor, re-ekspor, atau impor dilakukan atas dasar izin Menteri.
  2. (2) Dokumen perdagangan untuk tujuan ekspor, re-ekspor, dan impor, sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    1. memiliki dokumen pengiriman atau pengangkutan;
    2. izin ekspor, re-ekspor, atau impor;
    3. rekomendasi otoritas keilmuan (Scientific Authority).
  3. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang dokumen perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 25
  1. (1) Tumbuhan dan satwa liar yang diekspor, re-ekspor, atau impor wajib dilakukan tindak karantina.
  2. (2) Dalam melakukan tindak karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), petugas karantina wajib memeriksa kesehatan jenis tumbuhan dan satwa liar serta kelengkapan dan kesesuaian spesimen dengan dokumen.
Pasal 26
Ekspor, re-ekspor, atau impor jenis tumbuhan dan satwa liar tanpa dokumen atau memalsukan dokumen atau menyimpang dari syarat-syarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) termasuk dalam pengertian penyelundupan.
BAB VI
PERAGAAN
Pasal 27
Peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat berupa koleksi hidup atau koleksi mati termasuk bagian-bagiannya serta hasil dari padanya.
Pasal 28
  1. (1) Peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga-lembaga pendidikan formal.
  2. (2) Peragaan yang dilakukan oleh orang atau Badan di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dengan izin Menteri.
Pasal 29
Perolehan dan penggunaan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi untuk keperluan peragaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 30
  1. (1) Lembaga, badan atau orang yang melakukan peragaan tumbuhan dan satwa liar bertanggung jawab atas kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar yang diperagakan.
  2. (2) Menteri mengatur standar teknis kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan peragaan.
Pasal 31
Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan populasi, mem-perkaya keanekaragaman jenis, penelitian dan ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis yang bersangkutan.
Pasal 32
  1. (1) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang sudah dipelihara oleh Lembaga Konservasi.
  2. (2) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh dan antar Lembaga Konservasi dan pemerintah.
Pasal 33
  1. (1) Pertukaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 hanya dapat dilakukan antara satwa dengan satwa, atau tumbuhan dengan tumbuhan.
  2. (2) Pertukaran dilakukan atas dasar keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar yang bersangkutan.
  3. (3) Penilaian atas keseimbangan nilai konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh sebuah tim penilai yang pembentukan dan tata kerjanya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 34
Tumbuhan liar jenis Raflesia dan satwa liar jenis:
  1. Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi);
  2. Babi rusa (Babyrousa babyrussa);
  3. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus);
  4. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis);
  5. Biawak Komodo (Varanus komodoensis);
  6. Cendrawasih (Seluruh jenis dari famili Paradiseidae);
  7. Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus bartelsi);
  8. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae);
  9. Lutung Mentawai (Presbytis Potenziani);
  10. Orangutan (Pongo pygmaeus);
  11. Owa Jawa (Hylobates moloch)
hanya dapat dipertukarkan atas persetujuan Presiden.
BAB VIII
BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBATAN
Pasal 35
Pemanfaatan jenis tumbuhan liar yang berasal dari habitat alam untuk keperluan budidaya tanaman obat-obatan dilakukan dengan tetap memelihara kelangsungan potensi, populasi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan liar.
Pasal 36
Ketentuan tentang budidaya tanaman obat-obatan diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB IX
PEMELIHARAAN UNTUK KESENANGAN
Pasal 37
  1. (1) Setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan kesenangan.
  2. (2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi.
Pasal 38
Menteri menetapkan batas maksimum jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat dipelihara untuk kesenangan.
Pasal 39
  1. (1) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diperoleh dari hasil penangkaran, perdagangan yang sah, atau dari habitat alam.
  2. (2) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 40
  1. (1) Pemelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kesenangan, wajib :
    1. memelihara kesehatan, kenyamanan, dan keamanan jenis tumbuhan atau satwa liar peliharaannya;
    2. menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar.
  2. (2) Ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 41
  1. (1) Pemerintah setiap 5 (lima) tahun mengevaluasi kecakapan atau kemampuan seseorang atau lembaga atas kegiatannya melakukan pemeliharaan satwa liar untuk kesenangan.
  2. (2) Untuk keperluan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemelihara satwa liar wajib menyampaikan laporan berkala pemeliharaan satwa sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB X
PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN
TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 42
  1. (1) Pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau pengangkutan.
  2. (2) Dokumen dinyatakan sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
    1. standar teknis pengangkutan;
    2. izin pengiriman;
    3. izin penangkaran bagi satwa hasil penangkaran;
    4. sertifikat kesehatan satwa dari pejabat yang berwenang.
  3. (3) Izin pengiriman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b wajib memuat keterangan tentang :
    1. jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa;
    2. pelabuhan pemberangkatan dan pelabuhan tujuan;
    3. identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa;
    4. peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa.
BAB XI
DAFTAR KLASIFIKASI DAN KUOTA
Pasal 43
  1. (1) Pemerintah menetapkan daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atas dasar klasifikasi yang boleh dan yang tidak boleh diperdagangkan.
  2. (2) Penetapan daftar klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan :
    1. perkembangan upaya perlindungan jenis tumbuhan dan satwa liar yang disepakati dalam konvensi internasional;
    2. upaya-upaya konservasi yang dilakukan di Indonesia; dan
    3. kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 44
  1. (1) Pemerintah menetapkan kuota pengambilan dan penangkapan setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil atau ditangkap dari alam untuk setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.
  2. (2) Penetapan kuota pengambilan dan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan pertumbuhan populasi tumbuhan dan satwa liar pada wilayah habitat yang bersangkutan.
  3. (3) Wilayah habitat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 45
Kuota penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) meliputi juga hasil perburuan satwa liar secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Buru dan di dalam atau disekitar Areal Buru dengan menggunakan alat-alat tradisional.
Pasal 46
Kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 merupakan pedoman untuk memenuhi kebutuhan seluruh bentuk pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.
Pasal 47
  1. (1) Pemerintah menetapkan kuota setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan perdagangan dalam setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.
  2. (2) Sumber tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penetapan kuota perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari kuota pengambilan dan penangkapan dari alam dan hasil penangkaran.
  3. (3) Kuota perdagangan ditetapkan atas dasar kebutuhan perdagangan dalam negeri dan untuk tujuan ekspor, re-ekspor, atau impor.
Pasal 48
  1. (1) Pemerintah mengendalikan impor setiap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dapat dimasukkan ke Indonesia.
  2. (1) Pengendalian impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan upaya perlindungan tumbuhan dan satwa liar sejenis di Indonesia dan ketentuan konvensi internasional tentang impor tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 49
Penetapan daftar klasifikasi, kuota pengambilan dan penangkapan, dan kuota perdagangan, sebagaimana diatur dalam Bab ini dilakukan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Otoritas Keilmuan (Scientific Authority).
BAB XII
S A N K S I
Pasal 50
  1. (1) Barang siapa tanpa izin menggunakan tumbuhan dan atau satwa liar yang dilindungi untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  2. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap tumbuhan liar dan satwa liar untuk waktu paling lama 5 tahun.
  3. (3) Barang siapa mengambil tumbuhan liar dan atau satwa liar dari habitat alam tanpa izin atau dengan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), Pasal 29 dan Pasal 39 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 51
Barangsiapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap tumbuhan dan satwa liar untuk waktu paling lama 4 tahun.
Pasal 52
  1. (1) Barangsiapa melakukan penangkaran tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan atau pencabutan izin penangkaran.
  2. (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal 53
  1. (1) Penangkar yang melakukan perdagangan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
  2. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.
Pasal 54
  1. (1) Barangsiapa melakukan perdagangan tumbuhan atau satwa sebelum memenuhi kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atau Pasal 11 ayat (1) atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  2. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal 55
Penangkar yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15 ayat (2), dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.
Pasal 56
  1. (1) Barangsiapa melakukan perdagangan satwa liar yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  2. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal 57
Barangsiapa melakukan perdagangan tumbuhan liar dan atau satwa liar selain oleh Badan Usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
Pasal 58
  1. (1) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dengan serta-merta dapat dikenakan denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
  2. (2) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dengan serta merta dapat dihukum pembekuan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun.
  3. (3) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
  4. (4) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sewaktu-waktu atas pertimbangan Menteri, dapat dikenakan pencabutan izin usaha.
Pasal 59
  1. (1) Ekspor, re-ekspor, atau impor tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau tanpa dokumen, atau memalsukan dokumen, atau menyimpang dari syarat-syarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
  2. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 250.000.000,00 (duaratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha perdagangan yang bersangkutan.
Pasal 60
  1. (1) Barangsiapa melakukan peragaan satwa liar tanpa izin seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dihukum karena melakukan percobaan perbuatan perusakan lingkungan hidup.
  2. (2) Apabila perbuatan tersebut dalam ayat (1) dilakukan terhadap satwa liar yang dilindungi, dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal 61
  1. (1) Barangsiapa melakukan pertukaran tumbuhan dan satwa yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  2. (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal 62
Pemeliharaan tumbuhan liar dan atau satwa liar untuk kesenangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan atau perampasan atas satwa yang dipelihara.
Pasal 63
  1. (1) Barangsiapa melakukan pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa dokumen pengiriman atau pengangkutan, atau menyimpang dari syarat-syarat atau tidak memenuhi kewajiban, atau memalsukan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dihukum karena turut serta melakukan penyelundupan dan atau pencurian dan atau percobaan melakukan perusakan lingkungan hidup.
  2. (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 250.000.000,00 (duaratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal 64
  1. (1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut dirampas untuk negara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990.
  2. (1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut diperlakukan sama dengan yang dilindungi, dirampas untuk negara.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 65
Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini:
  1. Departemen yang bertanggungjawab di bidang Kehutanan ditetapkan sebagai Otoritas Pengelola (Management Authority) Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar.
  2. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otoritas Keilmuan (Scientific Authority).
Pasal 66
  1. (1) Otoritas Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
  2. (1) Otoritas Keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b mempunyai kewenangan untuk:
    1. memberikan rekomendasi kepada Otoritas Pengelola ten-tang penetapan Daftar Klasifikasi, Kuota penangkapan dan perdagangan termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut, semua spesimen tumbuhan dan satwa liar;
    2. memonitor izin perdagangan dan realisasi perdagangan, serta memberikan rekomendasi kepada Otoritas Pengelola tentang pembatasan pemberian izin perdagangan tumbuhan dan satwa liar karena berdasarkan evaluasi secara biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan;
    3. bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 67
Penanggung jawab dari semua kegiatan dalam rangka pemanfaatan jenis sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, bertanggung jawab atas tindakan satwa liar atau kelalaian penanggung jawab menempatkan tumbuhan yang berbahaya yang mengakibatkan kerugian harta benda orang lain, mengakibatkan gangguan kesehatan, cedera atau hilangnya jiwa orang lain.
Agar sumber daya alam hayati yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan modal dasar pembangunan nasional Indonesia tersebut tidak cepat punah sehingga dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka sumber daya alam hayati tersebut perlu dikonservasikan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Mengingat akan kepentingan-kepentingan tersebut di atas, dan sebagai pelaksanaan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa diperlukan peraturan perundang-undangan berbentuk Peraturan Pemerintah.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3803

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999
TANGGAL 27 JANUARI 1999

Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
No.
Nama Ilmiah
Nama Indonesia
SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1.
Anoa depressicornis
Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
2.
Anoa quarlesi
Anoa pegunungan
3.
Arctictis binturong
Binturung
4.
Arctonyx collaris
Pulusan
5.
Babyrousa babyrussa
Babirusa
6.
Balaenoptera musculus
Paus biru
7.
Balaenoptera physalus
Paus bersirip
8.
Bos sondaicus
Banteng
9.
Capricornis sumatrensis
Kambing Sumatera
10.
Cervus kuhli; Axis kuhli
Rusa Bawean
11.
Cervus spp.
Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)
12.
Cetacea
Paus (semua jenis dari famili Cetacea)
13.
Cuon alpinus
Ajag
14.
Cynocephalus variegatus
Kubung, Tando, Walangkekes
15.
Cynogale bennetti
Musang air
16.
Cynopithecus niger
Monyet hitam Sulawesi
17.
Dendrolagus spp.
Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)
18.
Dicerorhinus sumatrensis
Badak Sumatera
19.
Dolphinidae
Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)
20.
Dugong dugon
Duyung
21.
Elephas indicus
Gajah
22.
Felis badia
Kucing merah
23.
Felis bengalensis
Kucing hutan, Meong congkok
24.
Felis marmorota
Kuwuk
25.
Felis planiceps
Kucing dampak
26.
Felis temmincki
Kucing emas
27.
Felis viverrinus
Kucing bakau
28.
Helarctos malayanus
Beruang madu
29.
Hylobatidae
Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30.
Hystrix brachyura
Landak
31.
Iomys horsfieldi
Bajing terbang ekor merah
32.
Lariscus hosei
Bajing tanah bergaris
33.
Lariscus insignis
Bajing tanah, Tupai tanah
34.
Lutra lutra
Lutra
35.
Lutra sumatrana
Lutra Sumatera
36.
Macaca brunnescens
Monyet Sulawesi
37.
Macaca maura
Monyet Sulawesi
38.
Macaca pagensis
Bokoi, Beruk Mentawai
39.
Macaca tonkeana
Monyet jambul
40.
Macrogalidea musschenbroeki
Musang Sulawesi
41.
Manis javanica
Trenggiling, Peusing
42.
Megaptera novaeangliae
Paus bongkok
43.
Muntiacus muntjak
Kidang, Muncak
44.
Mydaus javanensis
Sigung
45.
Nasalis larvatus
Kahau, Bekantan
46.
Neofelis nebulusa
Harimau dahan
47.
Nesolagus netscheri
Kelinci Sumatera
48.
Nycticebus coucang
Malu-malu
49.
Orcaella brevirostris
Lumba-lumba air tawar, Pesut
50.
Panthera pardus
Macan kumbang, Macan tutul
51.
Panthera tigris sondaica
Harimau Jawa
52.
Panthera tigris sumatrae
Harimau Sumatera
53.
Petaurista elegans
Cukbo, Bajing terbang
54.
Phalanger spp.
Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55.
Pongo pygmaeus
Orang utan, Mawas
56.
Presbitys frontata
Lutung dahi putih
57.
Presbitys rubicunda
Lutung merah, Kelasi
58.
Presbitys aygula
Surili
59.
Presbitys potenziani
Joja, Lutung Mentawai
60.
Presbitys thomasi
Rungka
61.
Prionodon linsang
Musang congkok
62.
Prochidna bruijni
Landak Irian, Landak semut
63.
Ratufa bicolor
Jelarang
64.
Rhinoceros sondaicus
Badak Jawa
65.
Simias concolor
Simpei Mentawai
66.
Tapirus indicus
Tapir, Cipan, Tenuk
67.
Tarsius spp.
Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68.
Thylogale spp.
Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69.
Tragulus spp.
Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70.
Ziphiidae
Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)
II. AVES (Burung)
71.
Accipitridae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)
72.
Aethopyga exima
Jantingan gunung
73.
Aethopyga duyvenbodei
Burung madu Sangihe
74.
Alcedinidae
Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)
75.
Alcippe pyrrhoptera
Brencet wergan
76.
Anhinga melanogaster
Pecuk ular
77.
Aramidopsis plateni
Mandar Sulawesi
78.
Argusianus argus
Kuau
79.
Bubulcus ibis
Kuntul, Bangau putih
80.
Bucerotidae
Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
81.
Cacatua galerita
Kakatua putih besar jambul kuning
82.
Cacatua goffini
Kakatua gofin
83.
Cacatua moluccensis
Kakatua Seram
84.
Cacatua sulphurea
Kakatua kecil jambul kuning
85.
Cairina scutulata
Itik liar
86.
Caloenas nicobarica
Junai, Burung mas, Minata
87.
Casuarius bennetti
Kasuari kecil
88.
Casuarius casuarius
Kasuari
89.
Casuarius unappenddiculatus
Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning
90.
Ciconia episcopus
Bangau hitam, Sandanglawe
91.
Colluricincla megarhyncha
Burung sohabe coklat
92.
Crocias albonotatus
Burung matahari
93.
Ducula whartoni
Pergam raja
94.
Egretta sacra
Kuntul karang
95.
Egretta spp.
Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)
96.
Elanus caerulleus
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
97.
Elanus hypoleucus
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
98.
Eos histrio
Nuri Sangir
99.
Esacus magnirostris
Wili-wili, Uar, Bebek laut
100.
Eutrichomyias rowleyi
Seriwang Sangihe
101.
Falconidae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)
102.
Fregeta andrewsi
Burung gunting, Bintayung
103.
Garrulax rufifrons
Burung kuda
104.
Goura spp.
Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
105.
Gracula religiosa mertensi
Beo Flores
106.
Gracula religiosa robusta
Beo Nias
107.
Gracula religiosa venerata
Beo Sumbawa
108.
Grus spp.
Jenjang (semua jenis dari genus Grus)
109.
Himantopus himantopus
Trulek lidi, Lilimo
110.
Ibis cinereus
Bluwok, Walangkadak
111.
Ibis leucocephala
Bluwok berwarna
112.
Lorius roratus
Bayan
113.
Leptoptilos javanicus
Marabu, Bangau tongtong
114.
Leucopsar rothschildi
Jalak Bali
115.
Limnodromus semipalmatus
Blekek Asia
116.
Lophozosterops javanica
Burung kacamata leher abu-abu
117.
Lophura bulweri
Beleang ekor putih
118.
Loriculus catamene
Serindit Sangihe
119.
Loriculus exilis
Serindit Sulawesi
120.
Lorius domicellus
Nori merah kepala hitam
121.
Macrocephalon maleo
Burung maleo
122.
Megalaima armillaris
Cangcarang
123.
Megalaima corvina
Haruku, Ketuk-ketuk
124.
Megalaima javensis
Tulung tumpuk, Bultok Jawa
125.
Megapoddidae
Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)
126.
Megapodius reintwardtii
Burung gosong
127.
Meliphagidae
Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)
128.
Musciscapa ruecki
Burung kipas biru
129.
Mycteria cinerea
Bangau putih susu, Bluwok
130.
Nectariniidae
Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)
131.
Numenius spp.
Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)
132.
Nycticorax caledonicus
Kowak merah
133.
Otus migicus beccarii
Burung hantu Biak
134.
Pandionidae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)
135.
Paradiseidae
Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)
136.
Pavo muticus
Burung merak
137.
Pelecanidae
Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)
138.
Pittidae
Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)
139.
Plegadis falcinellus
Ibis hitam, Roko-roko
140.
Polyplectron malacense
Merak kerdil
III. REPTILIA (Melata)
164.
Batagur baska
Tuntong
165.
Caretta caretta
Penyu tempayan
166.
Carettochelys insculpta
Kura-kura Irian
167.
Chelodina novaeguineae
Kura Irian leher panjang
168.
Chelonia mydas
Penyu hijau
169.
Chitra indica
Labi-labi besar
170.
Chlamydosaurus kingii
Soa payung
171.
Chondropython viridis
Sanca hijau
172.
Crocodylus novaeguineae
Buaya air tawar Irian
173.
Crocodylus porosus
Buaya muara
174.
Crocodylus siamensis
Buaya siam
175.
Dermochelys coriacea
Penyu belimbing
176.
Elseya novaeguineae
Kura Irian leher pendek
177.
Eretmochelys imbricata
Penyu sisik
178.
Gonychephalus dilophus
Bunglon sisir
179.
Hydrasaurus amboinensis
Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon
180.
Lepidochelys olivacea
Penyu ridel
181.
Natator depressa
Penyu pipih
182.
Orlitia borneensis
Kura-kura gading
183.
Python molurus
Sanca bodo
184.
Phyton timorensis
Sanca Timor
185.
Tiliqua gigas
Kadal Panan
186.
Tomistoma schlegelii
Senyulong, Buaya sapit
187.
Varanus borneensis
Biawak Kalimantan
188.
Varanus gouldi
Biawak coklat
189.
Varanus indicus
Biawak Maluku
190.
Varanus komodoensis
Biawak komodo, Ora
191.
Varanus nebulosus
Biawak abu-abu
192.
Varanus prasinus
Biawak hijau
193.
Varanus timorensis
Biawak Timor
194.
Varanus togianus
Biawak Togian
IV. INSECTA (Serangga)
195.
Cethosia myrina
Kupu bidadari
196.
Ornithoptera chimaera
Kupu sayap burung peri
197.
Ornithoptera goliath
Kupu sayap burung goliat
198.
Ornithoptera paradisea
Kupu sayap burung surga
199.
Ornithoptera priamus
Kupu sayap priamus
200.
Ornithoptera rotschldi
Kupu burung rotsil
201.
Ornithoptera tithonus
Kupu burung titon
202.
Trogonotera brookiana
Kupu trogon
203.
Troides amphrysus
Kupu raja
204.
Troides andromanche
Kupu raja
205.
Troides criton
Kupu raja
206.
Troides haliphron
Kupu raja
207.
Troides helena
Kupu raja
208.
Troides hypolitus
Kupu raja
209.
Troides meoris
Kupu raja
210.
Troides miranda
Kupu raja
211.
Troides plato
Kupu raja
212.
Troides rhadamantus
Kupu raja
213.
Troides riedeli
Kupu raja
214.
Troides vandepolli
Kupu raja
V. PISCES (Ikan)
215.
Homaloptera gymnogaster
Selusur Maninjau
216.
Latimeria chalumnae
Ikan raja laut
217.
Notopterus spp.
Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)
218.
Pritis spp.
Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)
219.
Puntius microps
Wader goa
220.
Scleropages formasus
Peyang malaya, Tangkelasa
221.
Scleropages jardini
Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso
VI. ANTHOZOA
222.
Anthiphates spp
Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)
VII. BIVALVIA
223.
Birgus latro
Ketam kelapa
224.
Cassis cornuta
Kepala kambing
225.
Charonia tritonis
Triton terompet
226.
Hippopus hippopus
Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
227.
Hippopus porcellanus
Kima Cina
228.
Nautilus popillius
Nautilus berongga
229.
Tachipleus gigas
Ketam tapak kuda
230.
Tridacna crocea
Kima kunia, Lubang
231.
Tridacna derasa
Kima selatan
232.
Tridacna gigas
Kima raksasa
233.
Tridacna maxima
Kima kecil
234.
Tridacna squamosa
Kima sisik, Kima seruling
235.
Trochus niloticus
Troka, Susur bundar
236.
Turbo marmoratus
Batu laga, Siput hijau
TUMBUHAN
I. PALMAE
237.
Amorphophallus decussilvae
Bunga bangkai jangkung
238.
Amorphophallus titanum
Bunga bangkai raksasa
239.
Borrassodendron borneensis
Bindang, Budang
240.
Caryota no
Palem raja/Indonesia
241.
Ceratolobus glaucescens
Palem Jawa
242.
Cystostachys lakka
Pinang merah Kalimantan
243.
Cystostachys ronda
Pinang merah Bangka
244.
Eugeissona utilis
Bertan
245.
Johanneste ijsmaria altifrons
Daun payung
246.
Livistona spp.
Palem kipas Sumatera (semua jenis dari genus Livistona)
247.
Nenga gajah
Palem Sumatera
248.
Phoenix paludosa
Korma rawa
249.
Pigafatta filaris
Manga
250.
Pinanga javana
Pinang Jawa
II. RAFFLESSIACEA
251.
Rafflesia spp.
Rafflesia, Bunga padma (semua jenis dari genus Rafflesia)
III. ORCHIDACEAE
252.
Ascocentrum miniatum
Anggrek kebutan
253.
Coelogyne pandurata
Anggrek hitan
254.
Corybas fornicatus
Anggrek koribas
255.
Cymbidium hartinahianum
Anggrek hartinah
256.
Dendrobium catinecloesum
Anggrek karawai
257.
Dendrobium d'albertisii
Anggrek albert
258.
Dendrobium lasianthera
Anggrek stuberi
259.
Dendrobium macrophyllum
Anggrek jamrud
260.
Dendrobium ostrinoglossum
Anggrek karawai
261.
Dendrobium phalaenopsis
Anggrek larat
262.
Grammatophyllum papuanum
Anggrek raksasa Irian
263.
Grammatophyllum speciosum
Anggrek tebu
264.
Macodes petola
Anggrek ki aksara
265.
Paphiopedilum chamberlainianum
Anggrek kasut kumis
266.
Paphiopedilum glaucophyllum
Anggrek kasut berbulu
267.
Paphiopedilum praestans
Anggrek kasut pita
268.
Paraphalaenopsis denevei
Anggrek bulan bintang
269.
Paraphalaenopsis laycockii
Anggrek bulan Kaliman Tengah
270.
Paraphalaenopsis serpentilingua
Anggrek bulan Kaliman Barat
271.
Phalaenopsis amboinensis
Anggrek bulan Ambon
272.
Phalaenopsis gigantea
Anggrek bulan raksasa
273.
Phalaenopsis sumatrana
Anggrek bulan Sumatera
274.
Phalaenopsis violacose
Anggrek kelip
275.
Renanthera matutina
Anggrek jingga
276.
Spathoglottis zurea
Anggrek sendok
277.
Vanda celebica
Vanda mungil Minahasa
278.
Vanda hookeriana
Vanda pensil
279.
Vanda pumila
Vanda mini
280.
Vanda sumatrana
Vanda Sumatera
IV. NEPHENTACEAE
281.
Nephentes spp.
Kantong semar (semua jenis dari genus Nephentes)
V. DIPTEROCARPACEAE
282.
Shorea stenopten
Tengkawang
283.
Shorea stenoptera
Tengkawang
284.
Shorea gysberstiana
Tengkawang
285.
Shorea pinanga
Tengkawang
286.
Shorea compressa
Tengkawang
287.
Shorea semiris
Tengkawang
288.
Shorea martiana
Tengkawang
289.
Shorea mexistopteryx
Tengkawang
290.
Shorea beccariana
Tengkawang
291.
Shorea micrantha
Tengkawang
292.
Shorea palembanica
Tengkawang
293.
Shorea lepidota
Tengkawang
294.
Shorea singkawang
Tengkawang

0 Response to "Peraturan pemerintah Tentang burung dan unggas"

Posting Komentar