ada sebagian besar dari warga negara indonesia yg belum paham betul tentang adanya peraturan yg menjelaskan secara rinci tentang jenis,unggas,burung dan hewan lainnya.....sebagai tambahan informasi untuk anda,berikut adalah peraturan pemerintah yg saat ini masih berlaku di indonesia......
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
- bahwa tumbuhan dan satwa liar merupakan bagian dari sumber daya alam hayati yang dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan pemanfaatannya dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar;
- bahwa berdasarkan hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dipandang perlu menetapkan peraturan tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat
:
- Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
- Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
- Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3544);
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
- Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
M
E M U T U S K A N
Menetapkan
:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR.
BAB l
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal
l
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan :
- Pemanfaatan jenis adalah penggunaan sumber daya alam baik tumbuhan maupun satwa liar dan atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budidaya tanaman obat-obatan; dan pemeliharaan untuk kesenangan.
- Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembang-biakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
- Pembesaran adalah upaya memelihara dan membesarkan benih atau bibit dan anakan dari tumbuhan dan satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
- Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
- Penandaan adalah pemberian tanda bersifat fisik pada bagian tertentu dari jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya baik dari hasil penangkaran atau pembesaran.
- Sertifikasi adalah keterangan tertulis tentang ciri, asal-usul, kategori, dan identifikasi lain dari jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya baik dari penangkaran atau pembesaran.
- Penangkapan satwa liar adalah kegiatan memperoleh satwa liar dari habitat alam untuk kepentingan pemanfaatan jenis satwa liar di luar perburuan.
- Pengambilan tumbuhan liar adalah kegiatan memperoleh tumbuhan liar dari habitat alam untuk kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan liar.
- Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kehutanan.
Pasal
2
- (1) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- (2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman jenis dan keseimbangan ekosistem.
Pasal
3
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa
liar dilaksanakan dalam bentuk:
- Pengkajian, penelitian dan pengembangan;
- Penangkaran;
- Perburuan;
- Perdagangan;
- Peragaan;
- Pertukaran;
- Budidaya tanaman obat-obatan; dan
- Pemeliharaan untuk kesenangan.
BAB II
PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal
4
- (1) Pengkajian, penelitian dan pengembangan dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi atau yang tidak dilindungi.
- (2) Penggunaan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi untuk kepentingan pengkajian, penelitian dan pengembangan harus dengan izin Menteri.
- (3) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar dari habitat alam untuk keperluan pengkajian, penelitian dan pengembangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
5
- (1) Hasil pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi wajib diberitahukan kepada pemerintah.
- (2) Pemerintah menetapkan lembaga penelitian dan atau lembaga konservasi yang bertugas mendokumentasikan, memelihara, dan mengelola hasil pengkajian, penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
- (3) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
6
- (1) Ketentuan tentang pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar oleh orang asing di Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- (2) Pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar Indonesia yang dilakukan di luar negeri dapat dilakukan setelah memperoleh rekomendasi Otoritas Keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65.
BAB III
PENANGKARAN
PENANGKARAN
Pasal
7
- (1) Penangkaran untuk tujuan pemanfaatan jenis dilakukan melalui kegiatan :
- pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang terkontrol; dan
- penetasan telur dan atau pembesaran anakan yang diambil dari alam.
- (2) Penangkaran dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi atau yang tidak dilindungi.
- (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, penangkaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi terikat juga kepada ketentuan yang berlaku bagi pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal
8
- (1) Jenis tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penangkaran diperoleh dari habitat alam atau sumber-sumber lain yang sah menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
- (2) Pengambilan jenis tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar dari alam untuk keperluan penangkaran diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
9
- (1) Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi atau Lembaga Konservasi dapat melakukan kegiatan penangkaran jenis tumbuhan dan satwa liar atas izin Menteri.
- (2) Izin penangkaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus juga merupakan izin untuk dapat menjual hasil penangkaran setelah memenuhi standar kualifikasi penangkaran tertentu.
- (3) Standar kualifikasi penangkaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan dasar pertimbangan :
- batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa hasil penangkaran;
- profesionalisme kegiatan penangkaran;
- tingkat kelangkaan jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan.
- (4) Ketentuan lebih lanjut tentang standar kualifikasi penangkaran diatur oleh Menteri.
Pasal
10
- (1) Hasil penangkaran tumbuhan liar yang dilindungi dapat digunakan untuk keperluan perdagangan.
- (2) Hasil penangkaran tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai tumbuhan yang tidak dilindungi.
- (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap jenis tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal
11
- (1) Hasil penangkaran satwa liar yang dilindungi yang dapat digunakan untuk keperluan perdagangan adalah satwa liar generasi kedua dan generasi berikutnya.
- (2) Generasi kedua dan generasi berikutnya dari hasil penangkaran jenis satwa liar yang dilindungi, dinyatakan sebagai jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
- (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap jenis satwa liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal
12
Penangkar wajib menjaga kemurnian
jenis satwa liar yang dilindungi sampai pada generasi pertama.
Pasal
13
- (1) Hasil penangkaran untuk persilangan hanya dapat dilakukan setelah generasi kedua bagi satwa liar yang dilindungi, dan setelah generasi pertama bagi satwa liar yang tidak dilindungi, serta setelah mengalami perbanyakan bagi tumbuhan yang dilindungi.
- (2) Hasil persilangan satwa liar dilarang untuk dilepas ke alam.
Pasal
14
- (1) Penangkar wajib memberi penandaan dan atau sertifikasi atas hasil tumbuhan dan satwa liar yang ditangkarkan.
- (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem dan tata cara penandaan dan sertifikasi tumbuhan dan satwa hasil penangkaran diatur oleh Menteri.
Bagian
Ketiga
Pengelolaan, di Luar Habitat (Ex Situ)
Pengelolaan, di Luar Habitat (Ex Situ)
Pasal
15
- (1) Setiap orang, Badan Hukum, Koperasi, dan Lembaga Konservasi yang mengajukan permohonan untuk melakukan kegiatan penangkaran, wajib memenuhi syarat-syarat :
- mempekerjakan dan memiliki tenaga ahli di bidang penangkaran jenis yang bersangkutan;
- memiliki tempat dan fasilitas penangkaran yang memenuhi syarat-syarat teknis;
- membuat dan menyerahkan proposal kerja.
- (2) Dalam menyelenggarakan kegiatan penangkaran, penangkar berkewajiban untuk :
- membuat buku induk tumbuhan atau satwa liar yang ditangkarkan;
- melaksanakan sistem penandaan dan atau sertifikasi terhadap individu jenis yang ditangkarkan;
- membuat dan menyampaikan laporan berkala kepada pemerintah.
- (3) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
16
- (1) Satwa liar yang dilindungi yang diperoleh dari habitat alam untuk keperluan penangkaran dinyatakan sebagai satwa titipan negara.
- (2) Ketentuan mengenai penetapan status purna penangkaran dan pengembalian ke habitat alam satwa titipan negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
PERBURUAN
PERBURUAN
Pasal
17
- (1) Perburuan jenis satwa liar dilakukan untuk keperluan olah raga buru (sport hunting), perolehan trofi (hunting trophy), dan perburuan tradisional oleh masyarakat setempat.
- (2) Kegiatan perburuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB V
PERDAGANGAN
PERDAGANGAN
Pasal
18
- (1) Tumbuhan dan satwa liar yang dapat diperdagangkan adalah jenis satwa liar yang tidak dilindungi.
- (2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan perdagangan diperoleh dari :
- hasil penangkaran;
- pengambilan atau penangkapan dari alam.
Pasal
19
- (1) Perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar hanya dapat dilaku-kan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia setelah mendapat rekomendasi Menteri.
- (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perdagangan dalam skala terbatas dapat dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar Areal Buru dan di sekitar Taman Buru sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perburuan satwa buru.
Pasal
20
- (1) Badan usaha yang melakukan perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar wajib:
- memiliki tempat dan fasilitas penampungan tumbuhan dan satwa liar yang memenuhi syarat-syarat teknis;
- menyusun rencana kerja tahunan usaha perdagangan tumbuhan dan satwa;
- menyampaikan laporan tiap-tiap pelaksanaan perdagangan tumbuhan dan satwa.
- (2) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
21
Badan usaha yang melakukan
perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib membayar pungutan yang ditetapkan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
22
- (1) Perdagangan tumbuhan dan satwa liar diatur berdasarkan lingkup perdagangan :
- dalam negeri;
- ekspor, re-ekspor, atau impor.
- (2) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Pasal
23
Ketentuan mengenai perdagangan
tumbuhan dan satwa liar dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal
24
- (1) Tiap-tiap perdagangan tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan ekspor, re-ekspor, atau impor dilakukan atas dasar izin Menteri.
- (2) Dokumen perdagangan untuk tujuan ekspor, re-ekspor, dan impor, sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- memiliki dokumen pengiriman atau pengangkutan;
- izin ekspor, re-ekspor, atau impor;
- rekomendasi otoritas keilmuan (Scientific Authority).
- (3) Ketentuan lebih lanjut tentang dokumen perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal
25
- (1) Tumbuhan dan satwa liar yang diekspor, re-ekspor, atau impor wajib dilakukan tindak karantina.
- (2) Dalam melakukan tindak karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), petugas karantina wajib memeriksa kesehatan jenis tumbuhan dan satwa liar serta kelengkapan dan kesesuaian spesimen dengan dokumen.
Pasal
26
Ekspor, re-ekspor, atau impor jenis
tumbuhan dan satwa liar tanpa dokumen atau memalsukan dokumen atau menyimpang
dari syarat-syarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
termasuk dalam pengertian penyelundupan.
BAB VI
PERAGAAN
PERAGAAN
Pasal
27
Peragaan jenis tumbuhan dan satwa
liar dapat berupa koleksi hidup atau koleksi mati termasuk bagian-bagiannya
serta hasil dari padanya.
Pasal
28
- (1) Peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga-lembaga pendidikan formal.
- (2) Peragaan yang dilakukan oleh orang atau Badan di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dengan izin Menteri.
Pasal
29
Perolehan dan penggunaan jenis
tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi untuk keperluan peragaan diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal
30
- (1) Lembaga, badan atau orang yang melakukan peragaan tumbuhan dan satwa liar bertanggung jawab atas kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar yang diperagakan.
- (2) Menteri mengatur standar teknis kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan peragaan.
Pasal
31
Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa
liar dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan populasi,
mem-perkaya keanekaragaman jenis, penelitian dan ilmu pengetahuan, dan atau
penyelamatan jenis yang bersangkutan.
Pasal
32
- (1) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa liar yang sudah dipelihara oleh Lembaga Konservasi.
- (2) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh dan antar Lembaga Konservasi dan pemerintah.
Pasal
33
- (1) Pertukaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 hanya dapat dilakukan antara satwa dengan satwa, atau tumbuhan dengan tumbuhan.
- (2) Pertukaran dilakukan atas dasar keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar yang bersangkutan.
- (3) Penilaian atas keseimbangan nilai konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh sebuah tim penilai yang pembentukan dan tata kerjanya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal
34
Tumbuhan liar jenis Raflesia dan
satwa liar jenis:
- Anoa (Anoa depressicornis, Anoa quarlesi);
- Babi rusa (Babyrousa babyrussa);
- Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus);
- Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis);
- Biawak Komodo (Varanus komodoensis);
- Cendrawasih (Seluruh jenis dari famili Paradiseidae);
- Elang Jawa, Elang Garuda (Spizaetus bartelsi);
- Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae);
- Lutung Mentawai (Presbytis Potenziani);
- Orangutan (Pongo pygmaeus);
- Owa Jawa (Hylobates moloch)
hanya dapat dipertukarkan atas
persetujuan Presiden.
BAB VIII
BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBATAN
BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBATAN
Pasal
35
Pemanfaatan jenis tumbuhan liar yang
berasal dari habitat alam untuk keperluan budidaya tanaman obat-obatan
dilakukan dengan tetap memelihara kelangsungan potensi, populasi, daya dukung,
dan keanekaragaman jenis tumbuhan liar.
Pasal
36
Ketentuan tentang budidaya tanaman
obat-obatan diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB IX
PEMELIHARAAN UNTUK KESENANGAN
PEMELIHARAAN UNTUK KESENANGAN
Pasal
37
- (1) Setiap orang dapat memelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk tujuan kesenangan.
- (2) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang tidak dilindungi.
Pasal
38
Menteri menetapkan batas maksimum
jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat dipelihara untuk kesenangan.
Pasal
39
- (1) Tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diperoleh dari hasil penangkaran, perdagangan yang sah, atau dari habitat alam.
- (2) Pengambilan tumbuhan liar dan penangkapan satwa liar untuk keperluan pemeliharaan untuk kesenangan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
40
- (1) Pemelihara jenis tumbuhan dan satwa liar untuk kesenangan, wajib :
- memelihara kesehatan, kenyamanan, dan keamanan jenis tumbuhan atau satwa liar peliharaannya;
- menyediakan tempat dan fasilitas yang memenuhi standar pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa liar.
- (2) Ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal
41
- (1) Pemerintah setiap 5 (lima) tahun mengevaluasi kecakapan atau kemampuan seseorang atau lembaga atas kegiatannya melakukan pemeliharaan satwa liar untuk kesenangan.
- (2) Untuk keperluan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemelihara satwa liar wajib menyampaikan laporan berkala pemeliharaan satwa sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB X
PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN
TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN
TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal
42
- (1) Pengiriman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa liar dari satu wilayah habitat ke wilayah habitat lainnya di Indonesia, atau dari dan ke luar wilayah Indonesia, wajib dilengkapi dengan dokumen pengiriman atau pengangkutan.
- (2) Dokumen dinyatakan sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- standar teknis pengangkutan;
- izin pengiriman;
- izin penangkaran bagi satwa hasil penangkaran;
- sertifikat kesehatan satwa dari pejabat yang berwenang.
- (3) Izin pengiriman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b wajib memuat keterangan tentang :
- jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa;
- pelabuhan pemberangkatan dan pelabuhan tujuan;
- identitas Orang atau Badan yang mengirim dan menerima tumbuhan dan satwa;
- peruntukan pemanfaatan tumbuhan dan satwa.
BAB XI
DAFTAR KLASIFIKASI DAN KUOTA
DAFTAR KLASIFIKASI DAN KUOTA
Pasal
43
- (1) Pemerintah menetapkan daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atas dasar klasifikasi yang boleh dan yang tidak boleh diperdagangkan.
- (2) Penetapan daftar klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan :
- perkembangan upaya perlindungan jenis tumbuhan dan satwa liar yang disepakati dalam konvensi internasional;
- upaya-upaya konservasi yang dilakukan di Indonesia; dan
- kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pasal
44
- (1) Pemerintah menetapkan kuota pengambilan dan penangkapan setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil atau ditangkap dari alam untuk setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.
- (2) Penetapan kuota pengambilan dan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan pertumbuhan populasi tumbuhan dan satwa liar pada wilayah habitat yang bersangkutan.
- (3) Wilayah habitat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal
45
Kuota penangkapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) meliputi juga hasil perburuan satwa liar
secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Taman
Buru dan di dalam atau disekitar Areal Buru dengan menggunakan alat-alat
tradisional.
Pasal
46
Kuota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 merupakan pedoman untuk memenuhi kebutuhan seluruh bentuk pemanfaatan
jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperoleh dari alam.
Pasal
47
- (1) Pemerintah menetapkan kuota setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan perdagangan dalam setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.
- (2) Sumber tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penetapan kuota perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari kuota pengambilan dan penangkapan dari alam dan hasil penangkaran.
- (3) Kuota perdagangan ditetapkan atas dasar kebutuhan perdagangan dalam negeri dan untuk tujuan ekspor, re-ekspor, atau impor.
Pasal
48
- (1) Pemerintah mengendalikan impor setiap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dapat dimasukkan ke Indonesia.
- (1) Pengendalian impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan upaya perlindungan tumbuhan dan satwa liar sejenis di Indonesia dan ketentuan konvensi internasional tentang impor tumbuhan dan satwa liar.
Pasal
49
Penetapan daftar klasifikasi, kuota
pengambilan dan penangkapan, dan kuota perdagangan, sebagaimana diatur dalam
Bab ini dilakukan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari Otoritas
Keilmuan (Scientific Authority).
BAB XII
S A N K S I
S A N K S I
Pasal
50
- (1) Barang siapa tanpa izin menggunakan tumbuhan dan atau satwa liar yang dilindungi untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap tumbuhan liar dan satwa liar untuk waktu paling lama 5 tahun.
- (3) Barang siapa mengambil tumbuhan liar dan atau satwa liar dari habitat alam tanpa izin atau dengan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), Pasal 29 dan Pasal 39 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
Pasal
51
Barangsiapa tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum
denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
dan atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengkajian, penelitian
dan pengembangan terhadap tumbuhan dan satwa liar untuk waktu paling lama 4
tahun.
Pasal
52
- (1) Barangsiapa melakukan penangkaran tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan atau pencabutan izin penangkaran.
- (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal
53
- (1) Penangkar yang melakukan perdagangan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
- (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.
Pasal
54
- (1) Barangsiapa melakukan perdagangan tumbuhan atau satwa sebelum memenuhi kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atau Pasal 11 ayat (1) atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal
55
Penangkar yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15 ayat (2), dengan
serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha penangkaran.
Pasal
56
- (1) Barangsiapa melakukan perdagangan satwa liar yang dilindungi dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal
57
Barangsiapa melakukan perdagangan
tumbuhan liar dan atau satwa liar selain oleh Badan Usaha dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dihukum karena melakukan perbuatan
penyelundupan.
Pasal
58
- (1) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dengan serta-merta dapat dikenakan denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
- (2) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dengan serta merta dapat dihukum pembekuan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun.
- (3) Badan Usaha perdagangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c dengan serta merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan atau pembekuan kegiatan usaha paling lama 2 (dua) tahun.
- (4) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sewaktu-waktu atas pertimbangan Menteri, dapat dikenakan pencabutan izin usaha.
Pasal
59
- (1) Ekspor, re-ekspor, atau impor tumbuhan liar dan atau satwa liar tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau tanpa dokumen, atau memalsukan dokumen, atau menyimpang dari syarat-syarat dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dihukum karena melakukan perbuatan penyelundupan.
- (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 250.000.000,00 (duaratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha perdagangan yang bersangkutan.
Pasal
60
- (1) Barangsiapa melakukan peragaan satwa liar tanpa izin seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dihukum karena melakukan percobaan perbuatan perusakan lingkungan hidup.
- (2) Apabila perbuatan tersebut dalam ayat (1) dilakukan terhadap satwa liar yang dilindungi, dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal
61
- (1) Barangsiapa melakukan pertukaran tumbuhan dan satwa yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dihukum karena melakukan perbuatan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal
62
Pemeliharaan tumbuhan liar dan atau
satwa liar untuk kesenangan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 dan Pasal 41 ayat (2) dengan serta merta dapat dihukum denda
administrasi sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan atau
perampasan atas satwa yang dipelihara.
Pasal
63
- (1) Barangsiapa melakukan pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan atau satwa liar tanpa dokumen pengiriman atau pengangkutan, atau menyimpang dari syarat-syarat atau tidak memenuhi kewajiban, atau memalsukan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dihukum karena turut serta melakukan penyelundupan dan atau pencurian dan atau percobaan melakukan perusakan lingkungan hidup.
- (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan serta-merta dapat dihukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp 250.000.000,00 (duaratus lima puluh juta rupiah) dan atau pencabutan izin usaha yang bersangkutan.
Pasal
64
- (1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut dirampas untuk negara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990.
- (1) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, dan 63, sepanjang menyangkut tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi, maka tumbuhan dan satwa liar tersebut diperlakukan sama dengan yang dilindungi, dirampas untuk negara.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
65
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini:
- Departemen yang bertanggungjawab di bidang Kehutanan ditetapkan sebagai Otoritas Pengelola (Management Authority) Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar.
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otoritas Keilmuan (Scientific Authority).
Pasal
66
- (1) Otoritas Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
- (1) Otoritas Keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b mempunyai kewenangan untuk:
- memberikan rekomendasi kepada Otoritas Pengelola ten-tang penetapan Daftar Klasifikasi, Kuota penangkapan dan perdagangan termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut, semua spesimen tumbuhan dan satwa liar;
- memonitor izin perdagangan dan realisasi perdagangan, serta memberikan rekomendasi kepada Otoritas Pengelola tentang pembatasan pemberian izin perdagangan tumbuhan dan satwa liar karena berdasarkan evaluasi secara biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan;
- bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.
Pasal
67
Penanggung jawab dari semua kegiatan
dalam rangka pemanfaatan jenis sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
bertanggung jawab atas tindakan satwa liar atau kelalaian penanggung jawab
menempatkan tumbuhan yang berbahaya yang mengakibatkan kerugian harta benda
orang lain, mengakibatkan gangguan kesehatan, cedera atau hilangnya jiwa orang
lain.
Agar sumber daya alam hayati yang
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan modal dasar pembangunan nasional
Indonesia tersebut tidak cepat punah sehingga dapat dimanfaatkan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka sumber daya alam hayati tersebut perlu
dikonservasikan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Mengingat akan
kepentingan-kepentingan tersebut di atas, dan sebagai pelaksanaan dan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya dan sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan pengawetan
jenis tumbuhan dan satwa diperlukan peraturan perundang-undangan berbentuk
Peraturan Pemerintah.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3803
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999
TANGGAL 27 JANUARI 1999
Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang
Dilindungi
No.
|
Nama
Ilmiah
|
Nama
Indonesia
|
SATWA
|
||
I.
MAMALIA (Menyusui)
|
||
1.
|
Anoa depressicornis
|
Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
|
2.
|
Anoa quarlesi
|
Anoa pegunungan
|
3.
|
Arctictis binturong
|
Binturung
|
4.
|
Arctonyx collaris
|
Pulusan
|
5.
|
Babyrousa babyrussa
|
Babirusa
|
6.
|
Balaenoptera musculus
|
Paus biru
|
7.
|
Balaenoptera physalus
|
Paus bersirip
|
8.
|
Bos sondaicus
|
Banteng
|
9.
|
Capricornis sumatrensis
|
Kambing Sumatera
|
10.
|
Cervus kuhli; Axis kuhli
|
Rusa Bawean
|
11.
|
Cervus spp.
|
Menjangan, Rusa sambar (semua
jenis dari genus Cervus)
|
12.
|
Cetacea
|
Paus (semua jenis dari famili
Cetacea)
|
13.
|
Cuon alpinus
|
Ajag
|
14.
|
Cynocephalus variegatus
|
Kubung, Tando, Walangkekes
|
15.
|
Cynogale bennetti
|
Musang air
|
16.
|
Cynopithecus niger
|
Monyet hitam Sulawesi
|
17.
|
Dendrolagus spp.
|
Kanguru pohon (semua jenis dari
genus Dendrolagus)
|
18.
|
Dicerorhinus sumatrensis
|
Badak Sumatera
|
19.
|
Dolphinidae
|
Lumba-lumba air laut (semua jenis
dari famili Dolphinidae)
|
20.
|
Dugong dugon
|
Duyung
|
21.
|
Elephas indicus
|
Gajah
|
22.
|
Felis badia
|
Kucing merah
|
23.
|
Felis bengalensis
|
Kucing hutan, Meong congkok
|
24.
|
Felis marmorota
|
Kuwuk
|
25.
|
Felis planiceps
|
Kucing dampak
|
26.
|
Felis temmincki
|
Kucing emas
|
27.
|
Felis viverrinus
|
Kucing bakau
|
28.
|
Helarctos malayanus
|
Beruang madu
|
29.
|
Hylobatidae
|
Owa, Kera tak berbuntut (semua
jenis dari famili Hylobatidae)
|
30.
|
Hystrix brachyura
|
Landak
|
31.
|
Iomys horsfieldi
|
Bajing terbang ekor merah
|
32.
|
Lariscus hosei
|
Bajing tanah bergaris
|
33.
|
Lariscus insignis
|
Bajing tanah, Tupai tanah
|
34.
|
Lutra lutra
|
Lutra
|
35.
|
Lutra sumatrana
|
Lutra Sumatera
|
36.
|
Macaca brunnescens
|
Monyet Sulawesi
|
37.
|
Macaca maura
|
Monyet Sulawesi
|
38.
|
Macaca pagensis
|
Bokoi, Beruk Mentawai
|
39.
|
Macaca tonkeana
|
Monyet jambul
|
40.
|
Macrogalidea musschenbroeki
|
Musang Sulawesi
|
41.
|
Manis javanica
|
Trenggiling, Peusing
|
42.
|
Megaptera novaeangliae
|
Paus bongkok
|
43.
|
Muntiacus muntjak
|
Kidang, Muncak
|
44.
|
Mydaus javanensis
|
Sigung
|
45.
|
Nasalis larvatus
|
Kahau, Bekantan
|
46.
|
Neofelis nebulusa
|
Harimau dahan
|
47.
|
Nesolagus netscheri
|
Kelinci Sumatera
|
48.
|
Nycticebus coucang
|
Malu-malu
|
49.
|
Orcaella brevirostris
|
Lumba-lumba air tawar, Pesut
|
50.
|
Panthera pardus
|
Macan kumbang, Macan tutul
|
51.
|
Panthera tigris sondaica
|
Harimau Jawa
|
52.
|
Panthera tigris sumatrae
|
Harimau Sumatera
|
53.
|
Petaurista elegans
|
Cukbo, Bajing terbang
|
54.
|
Phalanger spp.
|
Kuskus (semua jenis dari genus
Phalanger)
|
55.
|
Pongo pygmaeus
|
Orang utan, Mawas
|
56.
|
Presbitys frontata
|
Lutung dahi putih
|
57.
|
Presbitys rubicunda
|
Lutung merah, Kelasi
|
58.
|
Presbitys aygula
|
Surili
|
59.
|
Presbitys potenziani
|
Joja, Lutung Mentawai
|
60.
|
Presbitys thomasi
|
Rungka
|
61.
|
Prionodon linsang
|
Musang congkok
|
62.
|
Prochidna bruijni
|
Landak Irian, Landak semut
|
63.
|
Ratufa bicolor
|
Jelarang
|
64.
|
Rhinoceros sondaicus
|
Badak Jawa
|
65.
|
Simias concolor
|
Simpei Mentawai
|
66.
|
Tapirus indicus
|
Tapir, Cipan, Tenuk
|
67.
|
Tarsius spp.
|
Binatang hantu, Singapuar (semua
jenis dari genus Tarsius)
|
68.
|
Thylogale spp.
|
Kanguru tanah (semua jenis dari
genus Thylogale)
|
69.
|
Tragulus spp.
|
Kancil, Pelanduk, Napu (semua
jenis dari genus Tragulus)
|
70.
|
Ziphiidae
|
Lumba-lumba air laut (semua jenis
dari famili Ziphiidae)
|
II.
AVES (Burung)
|
||
71.
|
Accipitridae
|
Burung alap-alap, Elang (semua
jenis dari famili Accipitridae)
|
72.
|
Aethopyga exima
|
Jantingan gunung
|
73.
|
Aethopyga duyvenbodei
|
Burung madu Sangihe
|
74.
|
Alcedinidae
|
Burung udang, Raja udang (semua
jenis dari famili Alcedinidae)
|
75.
|
Alcippe pyrrhoptera
|
Brencet wergan
|
76.
|
Anhinga melanogaster
|
Pecuk ular
|
77.
|
Aramidopsis plateni
|
Mandar Sulawesi
|
78.
|
Argusianus argus
|
Kuau
|
79.
|
Bubulcus ibis
|
Kuntul, Bangau putih
|
80.
|
Bucerotidae
|
Julang, Enggang, Rangkong,
Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
|
81.
|
Cacatua galerita
|
Kakatua putih besar jambul kuning
|
82.
|
Cacatua goffini
|
Kakatua gofin
|
83.
|
Cacatua moluccensis
|
Kakatua Seram
|
84.
|
Cacatua sulphurea
|
Kakatua kecil jambul kuning
|
85.
|
Cairina scutulata
|
Itik liar
|
86.
|
Caloenas nicobarica
|
Junai, Burung mas, Minata
|
87.
|
Casuarius bennetti
|
Kasuari kecil
|
88.
|
Casuarius casuarius
|
Kasuari
|
89.
|
Casuarius unappenddiculatus
|
Kasuari gelambir satu, Kasuari
leher kuning
|
90.
|
Ciconia episcopus
|
Bangau hitam, Sandanglawe
|
91.
|
Colluricincla megarhyncha
|
Burung sohabe coklat
|
92.
|
Crocias albonotatus
|
Burung matahari
|
93.
|
Ducula whartoni
|
Pergam raja
|
94.
|
Egretta sacra
|
Kuntul karang
|
95.
|
Egretta spp.
|
Kuntul, Bangau putih (semua jenis
dari genus Egretta)
|
96.
|
Elanus caerulleus
|
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
|
97.
|
Elanus hypoleucus
|
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
|
98.
|
Eos histrio
|
Nuri Sangir
|
99.
|
Esacus magnirostris
|
Wili-wili, Uar, Bebek laut
|
100.
|
Eutrichomyias rowleyi
|
Seriwang Sangihe
|
101.
|
Falconidae
|
Burung alap-alap, Elang (semua
jenis dari famili Falconidae)
|
102.
|
Fregeta andrewsi
|
Burung gunting, Bintayung
|
103.
|
Garrulax rufifrons
|
Burung kuda
|
104.
|
Goura spp.
|
Burung dara mahkota, Burung titi,
Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
|
105.
|
Gracula religiosa mertensi
|
Beo Flores
|
106.
|
Gracula religiosa robusta
|
Beo Nias
|
107.
|
Gracula religiosa venerata
|
Beo Sumbawa
|
108.
|
Grus spp.
|
Jenjang (semua jenis dari genus
Grus)
|
109.
|
Himantopus himantopus
|
Trulek lidi, Lilimo
|
110.
|
Ibis cinereus
|
Bluwok, Walangkadak
|
111.
|
Ibis leucocephala
|
Bluwok berwarna
|
112.
|
Lorius roratus
|
Bayan
|
113.
|
Leptoptilos javanicus
|
Marabu, Bangau tongtong
|
114.
|
Leucopsar rothschildi
|
Jalak Bali
|
115.
|
Limnodromus semipalmatus
|
Blekek Asia
|
116.
|
Lophozosterops javanica
|
Burung kacamata leher abu-abu
|
117.
|
Lophura bulweri
|
Beleang ekor putih
|
118.
|
Loriculus catamene
|
Serindit Sangihe
|
119.
|
Loriculus exilis
|
Serindit Sulawesi
|
120.
|
Lorius domicellus
|
Nori merah kepala hitam
|
121.
|
Macrocephalon maleo
|
Burung maleo
|
122.
|
Megalaima armillaris
|
Cangcarang
|
123.
|
Megalaima corvina
|
Haruku, Ketuk-ketuk
|
124.
|
Megalaima javensis
|
Tulung tumpuk, Bultok Jawa
|
125.
|
Megapoddidae
|
Maleo, Burung gosong (semua jenis
dari famili Megapododae)
|
126.
|
Megapodius reintwardtii
|
Burung gosong
|
127.
|
Meliphagidae
|
Burung sesap, Pengisap madu (semua
jenis dari famili Meliphagidae)
|
128.
|
Musciscapa ruecki
|
Burung kipas biru
|
129.
|
Mycteria cinerea
|
Bangau putih susu, Bluwok
|
130.
|
Nectariniidae
|
Burung madu, Jantingan, Klaces
(semua jenis dari famili Nectariniidae)
|
131.
|
Numenius spp.
|
Gagajahan (semua jenis dari genus
Numenius)
|
132.
|
Nycticorax caledonicus
|
Kowak merah
|
133.
|
Otus migicus beccarii
|
Burung hantu Biak
|
134.
|
Pandionidae
|
Burung alap-alap, Elang (semua
jenis dari famili Pandionidae)
|
135.
|
Paradiseidae
|
Burung cendrawasih (semua jenis
dari famili Paradiseidae)
|
136.
|
Pavo muticus
|
Burung merak
|
137.
|
Pelecanidae
|
Gangsa laut (semua jenis dari
famili Pelecanidae)
|
138.
|
Pittidae
|
Burung paok, Burung cacing (semua
jenis dari famili Pittidae)
|
139.
|
Plegadis falcinellus
|
Ibis hitam, Roko-roko
|
140.
|
Polyplectron malacense
|
Merak kerdil
|
III.
REPTILIA (Melata)
|
||
164.
|
Batagur baska
|
Tuntong
|
165.
|
Caretta caretta
|
Penyu tempayan
|
166.
|
Carettochelys insculpta
|
Kura-kura Irian
|
167.
|
Chelodina novaeguineae
|
Kura Irian leher panjang
|
168.
|
Chelonia mydas
|
Penyu hijau
|
169.
|
Chitra indica
|
Labi-labi besar
|
170.
|
Chlamydosaurus kingii
|
Soa payung
|
171.
|
Chondropython viridis
|
Sanca hijau
|
172.
|
Crocodylus novaeguineae
|
Buaya air tawar Irian
|
173.
|
Crocodylus porosus
|
Buaya muara
|
174.
|
Crocodylus siamensis
|
Buaya siam
|
175.
|
Dermochelys coriacea
|
Penyu belimbing
|
176.
|
Elseya novaeguineae
|
Kura Irian leher pendek
|
177.
|
Eretmochelys imbricata
|
Penyu sisik
|
178.
|
Gonychephalus dilophus
|
Bunglon sisir
|
179.
|
Hydrasaurus amboinensis
|
Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak
pohon
|
180.
|
Lepidochelys olivacea
|
Penyu ridel
|
181.
|
Natator depressa
|
Penyu pipih
|
182.
|
Orlitia borneensis
|
Kura-kura gading
|
183.
|
Python molurus
|
Sanca bodo
|
184.
|
Phyton timorensis
|
Sanca Timor
|
185.
|
Tiliqua gigas
|
Kadal Panan
|
186.
|
Tomistoma schlegelii
|
Senyulong, Buaya sapit
|
187.
|
Varanus borneensis
|
Biawak Kalimantan
|
188.
|
Varanus gouldi
|
Biawak coklat
|
189.
|
Varanus indicus
|
Biawak Maluku
|
190.
|
Varanus komodoensis
|
Biawak komodo, Ora
|
191.
|
Varanus nebulosus
|
Biawak abu-abu
|
192.
|
Varanus prasinus
|
Biawak hijau
|
193.
|
Varanus timorensis
|
Biawak Timor
|
194.
|
Varanus togianus
|
Biawak Togian
|
IV.
INSECTA (Serangga)
|
||
195.
|
Cethosia myrina
|
Kupu bidadari
|
196.
|
Ornithoptera chimaera
|
Kupu sayap burung peri
|
197.
|
Ornithoptera goliath
|
Kupu sayap burung goliat
|
198.
|
Ornithoptera paradisea
|
Kupu sayap burung surga
|
199.
|
Ornithoptera priamus
|
Kupu sayap priamus
|
200.
|
Ornithoptera rotschldi
|
Kupu burung rotsil
|
201.
|
Ornithoptera tithonus
|
Kupu burung titon
|
202.
|
Trogonotera brookiana
|
Kupu trogon
|
203.
|
Troides amphrysus
|
Kupu raja
|
204.
|
Troides andromanche
|
Kupu raja
|
205.
|
Troides criton
|
Kupu raja
|
206.
|
Troides haliphron
|
Kupu raja
|
207.
|
Troides helena
|
Kupu raja
|
208.
|
Troides hypolitus
|
Kupu raja
|
209.
|
Troides meoris
|
Kupu raja
|
210.
|
Troides miranda
|
Kupu raja
|
211.
|
Troides plato
|
Kupu raja
|
212.
|
Troides rhadamantus
|
Kupu raja
|
213.
|
Troides riedeli
|
Kupu raja
|
214.
|
Troides vandepolli
|
Kupu raja
|
V.
PISCES (Ikan)
|
||
215.
|
Homaloptera gymnogaster
|
Selusur Maninjau
|
216.
|
Latimeria chalumnae
|
Ikan raja laut
|
217.
|
Notopterus spp.
|
Belida Jawa, Lopis Jawa (semua
jenis dari genus Notopterus)
|
218.
|
Pritis spp.
|
Pari Sentani, Hiu Sentani (semua
jenis dari genus Pritis)
|
219.
|
Puntius microps
|
Wader goa
|
220.
|
Scleropages formasus
|
Peyang malaya, Tangkelasa
|
221.
|
Scleropages jardini
|
Arowana Irian, Peyang Irian,
Kaloso
|
VI.
ANTHOZOA
|
||
222.
|
Anthiphates spp
|
Akar bahar, Koral hitam (semua
jenis dari genus Anthiphates)
|
VII.
BIVALVIA
|
||
223.
|
Birgus latro
|
Ketam kelapa
|
224.
|
Cassis cornuta
|
Kepala kambing
|
225.
|
Charonia tritonis
|
Triton terompet
|
226.
|
Hippopus hippopus
|
Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
|
227.
|
Hippopus porcellanus
|
Kima Cina
|
228.
|
Nautilus popillius
|
Nautilus berongga
|
229.
|
Tachipleus gigas
|
Ketam tapak kuda
|
230.
|
Tridacna crocea
|
Kima kunia, Lubang
|
231.
|
Tridacna derasa
|
Kima selatan
|
232.
|
Tridacna gigas
|
Kima raksasa
|
233.
|
Tridacna maxima
|
Kima kecil
|
234.
|
Tridacna squamosa
|
Kima sisik, Kima seruling
|
235.
|
Trochus niloticus
|
Troka, Susur bundar
|
236.
|
Turbo marmoratus
|
Batu laga, Siput hijau
|
TUMBUHAN
|
||
I.
PALMAE
|
||
237.
|
Amorphophallus decussilvae
|
Bunga bangkai jangkung
|
238.
|
Amorphophallus titanum
|
Bunga bangkai raksasa
|
239.
|
Borrassodendron borneensis
|
Bindang, Budang
|
240.
|
Caryota no
|
Palem raja/Indonesia
|
241.
|
Ceratolobus glaucescens
|
Palem Jawa
|
242.
|
Cystostachys lakka
|
Pinang merah Kalimantan
|
243.
|
Cystostachys ronda
|
Pinang merah Bangka
|
244.
|
Eugeissona utilis
|
Bertan
|
245.
|
Johanneste ijsmaria altifrons
|
Daun payung
|
246.
|
Livistona spp.
|
Palem kipas Sumatera (semua jenis
dari genus Livistona)
|
247.
|
Nenga gajah
|
Palem Sumatera
|
248.
|
Phoenix paludosa
|
Korma rawa
|
249.
|
Pigafatta filaris
|
Manga
|
250.
|
Pinanga javana
|
Pinang Jawa
|
II.
RAFFLESSIACEA
|
||
251.
|
Rafflesia spp.
|
Rafflesia, Bunga padma (semua
jenis dari genus Rafflesia)
|
III.
ORCHIDACEAE
|
||
252.
|
Ascocentrum miniatum
|
Anggrek kebutan
|
253.
|
Coelogyne pandurata
|
Anggrek hitan
|
254.
|
Corybas fornicatus
|
Anggrek koribas
|
255.
|
Cymbidium hartinahianum
|
Anggrek hartinah
|
256.
|
Dendrobium catinecloesum
|
Anggrek karawai
|
257.
|
Dendrobium d'albertisii
|
Anggrek albert
|
258.
|
Dendrobium lasianthera
|
Anggrek stuberi
|
259.
|
Dendrobium macrophyllum
|
Anggrek jamrud
|
260.
|
Dendrobium ostrinoglossum
|
Anggrek karawai
|
261.
|
Dendrobium phalaenopsis
|
Anggrek larat
|
262.
|
Grammatophyllum papuanum
|
Anggrek raksasa Irian
|
263.
|
Grammatophyllum speciosum
|
Anggrek tebu
|
264.
|
Macodes petola
|
Anggrek ki aksara
|
265.
|
Paphiopedilum chamberlainianum
|
Anggrek kasut kumis
|
266.
|
Paphiopedilum glaucophyllum
|
Anggrek kasut berbulu
|
267.
|
Paphiopedilum praestans
|
Anggrek kasut pita
|
268.
|
Paraphalaenopsis denevei
|
Anggrek bulan bintang
|
269.
|
Paraphalaenopsis laycockii
|
Anggrek bulan Kaliman Tengah
|
270.
|
Paraphalaenopsis serpentilingua
|
Anggrek bulan Kaliman Barat
|
271.
|
Phalaenopsis amboinensis
|
Anggrek bulan Ambon
|
272.
|
Phalaenopsis gigantea
|
Anggrek bulan raksasa
|
273.
|
Phalaenopsis sumatrana
|
Anggrek bulan Sumatera
|
274.
|
Phalaenopsis violacose
|
Anggrek kelip
|
275.
|
Renanthera matutina
|
Anggrek jingga
|
276.
|
Spathoglottis zurea
|
Anggrek sendok
|
277.
|
Vanda celebica
|
Vanda mungil Minahasa
|
278.
|
Vanda hookeriana
|
Vanda pensil
|
279.
|
Vanda pumila
|
Vanda mini
|
280.
|
Vanda sumatrana
|
Vanda Sumatera
|
IV.
NEPHENTACEAE
|
||
281.
|
Nephentes spp.
|
Kantong semar (semua jenis dari
genus Nephentes)
|
V.
DIPTEROCARPACEAE
|
||
282.
|
Shorea stenopten
|
Tengkawang
|
283.
|
Shorea stenoptera
|
Tengkawang
|
284.
|
Shorea gysberstiana
|
Tengkawang
|
285.
|
Shorea pinanga
|
Tengkawang
|
286.
|
Shorea compressa
|
Tengkawang
|
287.
|
Shorea semiris
|
Tengkawang
|
288.
|
Shorea martiana
|
Tengkawang
|
289.
|
Shorea mexistopteryx
|
Tengkawang
|
290.
|
Shorea beccariana
|
Tengkawang
|
291.
|
Shorea micrantha
|
Tengkawang
|
292.
|
Shorea palembanica
|
Tengkawang
|
293.
|
Shorea lepidota
|
Tengkawang
|
294.
|
Shorea singkawang
|
Tengkawang
|
0 Response to "Peraturan pemerintah Tentang burung dan unggas"
Posting Komentar